1. Sigmund Freud
Freud membagi perkembangan
kepribadian menjadi 3 tahapan yakni tahap infatil (0 – 5 tahun), tahap laten (5
– 12 than) dan tahap genital (> 12 tahun). Tahap infatil yang faling
menentukan dalam membentuk kepribadin, terbagi menjadi 3 fase, yakni fase oral,
fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan oleh
perkembangan insting seks, yang terkait dengan perkembangan bilogis, sehingga
tahp ini disebut juga tahap seksual infatil. Perkembangan insting seks berarti
perubahan kateksis seks dan perkembangan bilogis menyiapkan bagian tubuh untuk
dipilh menjadi pusat kepuasan seksul (arogenus zone). Pemberian nama fase-fase
perkembangan infatil sesuai dengan bagian tubuh daerah erogen-yang menjadi
kateksis seksual pada fase itu. Pada tahap laten, impuls seksual mengalami
represi, perhatian anak banyak tercurah kepada pengembangan kognitif dan
keterampilan. Baru sesudah itu, secara bilogis terjadi perkembangan puberts
yang membangunkan impuls seksual dari represinya untuk berkembang mencapai
kemasakan. Pada umumnya kemasakan kepribadian dapat dicapi pada usia 20 tahun
(Anonim, 2010).
2.
Carl
Gustav Jung
Perkembangan kepribadian menurut
pandangan Carl Gustav Jung lebih lengkap dibandingkan dengan Freud. Jung
beranggapan bahwa semua peristiwa disebabkan oleh sesuatu yang terjadi di masa
lalu (mekanistik) dan kejadian sekarang ditentukan oleh tujuan (purpose).
Prinsip mekanistik akan membuat manusia menjadi sengsara karena terpenjara oleh
masa lalu. Manusia tidak bebas menentukan tujuan atau membuat rencana karena
masa lalu tidak dapat diubah. Sebaliknya, prinsip purposif memubat orang
mempunyai perasan penuh harapan, ada sesuatu yang membuat orang berjuang dan
bekerja. Dari keduanya dapat diambil sisi positifnya, kegagalan di masa lalu
bukan dijadikan beban tapi dijadikan pengalaman yang kemudian digunakan sebagai
stimuli untuk belajar lebih baik dari kegagalan tersebut. Terlepas dari
kegagalan seseorang harus memiliki angan, impian dan harapan, hal inilah yang
kemudian mengarahkan pada tujuan yang akan diraih di masa mendatang.
3.
Erik
H. Erikson
Teori Erikson dikatakan sebagai
salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan.
1.
Karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki
kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati
kepribadian manusia.
2.
Menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap
tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan.
3.
Terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai
usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang
yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam
sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan
sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan
suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang
dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu,
teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian
yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya
secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini
mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya
sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat
dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan
tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini
terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap
antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting
dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep
struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis
pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud.
0 komentar :
Posting Komentar